Ruud Gullit adalah salah satu sosok paling ikonik dalam sejarah sepak bola Eropa. Lahir di Amsterdam pada 1 September 1962, ia dikenal karena gaya bermain yang dinamis, kekuatan fisik, keahlian teknis, serta karisma yang menonjol di dalam dan luar lapangan. Gullit adalah representasi dari generasi emas Belanda yang meneruskan warisan Total Football ke level yang lebih eksplosif dan modern.
Sebagai pemain, ia adalah gelandang serang, playmaker, penyerang, bahkan kadang bek — simbol sempurna dari sepak bola cair, di mana bakat tidak dibatasi oleh posisi.
Awal Karier: Dari HFC Haarlem ke PSV
Gullit memulai karier profesionalnya bersama HFC Haarlem sebelum pindah ke Feyenoord, di mana ia bermain satu musim bersama Johan Cruyff. Namun namanya mulai dikenal luas saat memperkuat PSV Eindhoven (1985–1987), tempat ia memenangkan dua gelar Eredivisie dan mencetak puluhan gol dari lini tengah.
Pada periode ini, ia mulai menarik perhatian klub-klub besar Eropa karena kombinasi kekuatan, kecerdasan bermain, dan gaya eksentriknya — rambut gimbal, selebrasi ikonik, dan aura pemimpin yang mencolok.
AC Milan: Era Dominasi dan Kolaborasi Emas
Tahun 1987, Gullit bergabung dengan AC Milan yang saat itu sedang dibangun ulang oleh Silvio Berlusconi dan pelatih Arrigo Sacchi. Di sana, ia menjadi bagian dari trio Belanda legendaris bersama Frank Rijkaard dan Marco van Basten.
Bersama Milan, Gullit meraih:
- 3x Serie A (1987–88, 1991–92, 1992–93)
- 2x Liga Champions (1988–89, 1989–90)
- 2x Piala Super Eropa
- 2x Piala Interkontinental
Gullit bukan hanya bagian dari tim juara, ia juga penentu ritme permainan, mampu menggiring bola dari lini tengah ke depan dengan kekuatan dan kelincahan yang tak biasa untuk pemain bertubuh besar.
Ballon d’Or 1987
Pada tahun yang sama ia bergabung dengan Milan, Gullit memenangkan Ballon d’Or 1987, mengalahkan pemain-pemain top Eropa lainnya. Penghargaan ini menjadikannya pemain Belanda ketiga yang meraihnya setelah Johan Cruyff dan Marco van Basten.
Kemenangan ini tidak hanya mencerminkan kemampuan teknisnya, tapi juga pengaruh besarnya terhadap kesuksesan klub dan negara.
Tim Nasional Belanda: Kapten di Euro 1988
Puncak karier internasional Gullit datang saat ia membawa Belanda meraih gelar Euro 1988, satu-satunya trofi internasional besar timnas Belanda hingga saat ini.
Sebagai kapten tim, Gullit mencetak gol pembuka di final melawan Uni Soviet. Gol kedua, yang dicetak Marco van Basten dengan tendangan voli legendaris, menjadi salah satu momen paling ikonik dalam sejarah sepak bola Eropa.
Kombinasi kekuatan, teknik, dan kepemimpinan Gullit menjadikan Belanda tim yang tidak hanya menang, tetapi juga mendominasi secara gaya dan prinsip bermain.
Gaya Bermain
- Serbabisa: Bisa bermain sebagai gelandang serang, sayap, striker, bahkan sweeper
- Kuat secara fisik: Sulit dijatuhkan, dominan dalam duel udara
- Teknis tinggi: Kontrol bola, dribbling, dan passing akurat
- Mobilitas tinggi: Mampu mengisi ruang dan membawa bola jauh dari lini belakang
- Pemimpin alami: Mempengaruhi permainan secara mental dan taktis
Gullit adalah penggabungan langka dari atletis dan artistik, menjadikannya sosok yang sulit ditandingi pada masanya.
Karier Akhir dan Kepelatihan
Setelah Milan, Gullit bermain di Sampdoria, memenangkan Coppa Italia, lalu melanjutkan ke Chelsea sebagai pemain sekaligus pelatih (player-manager). Ia adalah:
- Manajer kulit hitam pertama di Premier League
- Pemenang Piala FA 1997 sebagai pelatih Chelsea — trofi pertama klub itu dalam 26 tahun
Kemudian, ia melatih Newcastle United, Feyenoord, dan tim nasional Jamaika (secara teknis dan strategis).
Kehidupan di Luar Lapangan
Di luar sepak bola, Gullit dikenal sebagai:
- Komentator dan analis sepak bola di berbagai saluran internasional
- Aktivis isu sosial, terutama kesetaraan dan inklusi dalam olahraga
- Tokoh budaya populer, dikenal karena gaya, opini, dan ketegasan sikapnya
